Toleransi; Ketika Tidak Semua Wajib Berpuasa

Toleransi; Ketika Tidak Semua Wajib Berpuasa

Oleh: Fazila ash-Syabira


Bulan Ramadhan sebagai bulan diwajibkannya berpuasa bagi umat Islam sering kali diwarnai dengan perdebatan terkait kebijakan operasional warung makan pada siang ramadhan. Pembatasan operasional warung makan ini tentunya mempertimbangkan sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan Ramadhan dan orang-orang yang sedang berpuasa. Namun disisi lain berdampak bagi orang-orang yang tidak diwajibkan berpuasa.  

Pada pembahasan kali ini kita tidak menyoal kebijakan operasional warung makan di bulan Ramadhan, namun mengajak untuk menyadari realita lingkungan sosial pada saat bulan Ramadhan akan selalu diisi oleh dua kelompok yang berbeda. Kelompok yang satu diwajibkan berpuasa karena telah memenuhi syarat wajib. Sementara kelompok lainnya tidak berpuasa karena tidak memenuhi syarat, misalnya seperti non Muslim, perempuan yang sedang haid, orang tua yang sudah tidak mampu puasa, musafir, anak yang belum baligh, dan sebagainya. 

Menyikapi perbedaan ini, penting bagi kita untuk tidak buru-buru men-Justifikasi buruk, tetapi justru hendaknya memupuk sikap toleransi. Dalam hal ini ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan diantaranya sebagai berikut:

1. Perbedaan sebagai Fitrah

Perbedaan sudah menjadi sunatullah yang tidak mungkin dihilangkan. Allah Swt menciptakan makhluknya dengan bermacam ragam. Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, anak-anak dan dewasa, sehat dan sakit, menetap dan musafir, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Konsekuensi dari keragaman ini pada saat Ramadhan akan ada saja orang yang tidak memiliki kewajiban berpuasa karena tidak memenuhi syarat wajib.

2. Berprasangka Baik

Konsekuensi dari keberagaman sudah seharusnya disikapi lebih bijak saat melihat orang tidak berpuasa. Jangan sampai dengan mengatasnamakan amar ma'ruf nahi mungkar malah menimbulkan penderitaan bagi pemilik warung hanya mengandalkan sumber nafkah dari hasil penjualan warungnya

3. Menyadari Pluralitas 

Pluralitas dalam akidah sudah menjadi ketetapan Allah Swt yang tidak bisa diubah, bahkan oleh seorang Nabi sekalipun tidak akan mampu menjadikan seluruh manusia menjadi orang mukmin. Hal ini tergambar dari firman Allah Swt: 

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ

Artinya: "Seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah semua orang di bumi seluruhnya beriman. Apakah engkau (Nabi Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka menjadi orang-orang mukmin?” (QS Yunus: 99). 

sudah selayaknya kita memaklumi, bukan memusuhi apalagi mendiskriminasi orang-orang non muslim yang tidak menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Toh, secara nyata mereka tidak dituntut untuk berpuasa.    

Sebaliknya jika dijumpai seorang Muslim yang sudah memenuhi syarat wajib tapi tidak menjalankan puasa, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk saling mengingatkan dalam kebenaran. Mengingatkan dengan cara-cara yang santun dan menghindari tindakan anarkis sehingga menimbulkan kegaduhan.

Mari kita jadikan Ramadhan ini sebagai momentum untuk mengagumi kemahakeagungan Allah yang telah menciptakan makhluk yang beragam dan mengaturnya dengan penuh kasih. Sangatlah tidak pantas bila keragaman tersebut ditindak secara kasar.










Komentar