Menjaga Indera; Agar Puasa tak Hanya Sekedar Menahan Lapar dan Dahaga
Oleh: Gilang Rizky Ramadhan
Ramadhan merupakan momentum kaum mukminin menjadi insan yang lebih baik. Puasa menjadi wasilah yang paling cepat untuk mencapai predikat takwa.
Takwa adalah capaian terbesar seorang hamba, karena untuk mendapatkan posisi yang paling mulia disisi Allah Swt harus memiliki tiket yang disebut dengan takwa. Sedangkan puasa tiada lain bertujuan untuk meraih ketakwaan sebagaimana firman Allah Swt:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ - ١٨٣
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Jelas tergambar bagaimana tujuan puasa agar menjadi bertakwa. Bahkan puasa memiliki keistimewaan yang berbeda dari ibadah-ibadah lainnya. Sebagai sabda Rasulullah Saw:
قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Artinya: "Allah Swt berfirman: "Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Puasa yang diterima sisi Allah Swt dan menghantarkan kepada ketakwaan tentulah puasa yang tidak hanya sekedar tidak makan dan tidak minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Terdapat treatment dan guidance yang mesti dilakoni, karena betapa banyak orang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga.
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. at-Thabrani)
Mengukur barometer ketercapaian puasa bukanlah hal yang sulit, meskipun tersimpan rapat-rapat hanya untuk Allah. Akan tetapi, dapat dilihat dari aktualisasi diri dalam kenyataan saat berpuasa.
Imam Al-Ghazali mengklasifikasi level puasa ke dalam tiga tingkatan yaitu shaumul umum, shaumul khawas dan shaumul khawasul khawas.
1. Shaumul umum
Shaumul umum adalah tingkat puasa biasa-biasa saja yang dilakoni oleh orang awam. Yaitu puasa dengan menahan lapar, dahaga dan syahwat, menjaga mulut dan kemaluan dari hal-hal yang mebatalkan puasa.
2. Shaumul khawas
Shaumul khawas adalah puasa spesial orang khusus. Puasa pada tingkatan ini yaitu dengan menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan segala anggota badan dari dosa dan maksiat.
3. Shaum Khawasul Khawas
Shaum khawasul khawas adalah puasanya orang-orang istimewa. Yaitu berpuasa dengan menahan hati dari keraguan mengenai hal-hal keakhiratan, dan menahan pikiran untuk tidak memikirkan masalah duniawi, serta menjaga diri dari berpikir selain Allah Swt.
Standar pada tingkatan ini ketika terbersit dalam hati pikiran selain Allah, apalagi memikirkan harta kekayaan yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat kelak. Maka puasa dinilai rusak bahkan batal. Inilah puasa yang dilakoni oleh para nabi, shiddiqin, dan muqarrabin.
Itulah tiga tingkatan berpuasa menurut imam Al-Ghazali, jika sampai hari ini tingkatan puasa kita masih level shaumul khawas, maka di sisa puasa yang ada marilah kita bersma-sama meningkatkan puasa kita menju tingkatan yang lebih baik.
Sekalipun shaumul khawasul khawas puasanya para orang-orang terpilih, jangan membuat pesimis. Karena sesungguhnya tingakatan-tingkatan ini diciptakan sebagaimna tangga yang mempermudah manusia mendaki ke tempat yang lebih tinggi.
Meninggalkan cara-cara berpuasa level awam ke level yang lebih tinggi, tidak bisa tidak harus menghindar dari perbuatan-perbuatan rendah. Sabda Rasulullah Saw:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ والعَمَلَ بهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طعَامَه وشَرَابَه
Artinya: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dosa dan perbuatan dosa, maka Allah tidak akan menerima puasanya” (HR al Bukhari)
Imam Al-Ghazali memberikan treatment dan guidance untuk mencapai tingkatan shaum khawas dan khawasul khawas.
a. Menjaga mata dan penglihatan dari segala hal yang dicela agama dan dibenci Allah swt. serta menghindari melihat hal yang melalaikan hati dari zikrullah.
b. Menjaga lisan dari berbohong, menggunjing, berbicara jorok dan berbagai keburukan lisan lainnya, serta menggunakan lisan untuk dzikir kepada Allah swt dan memperbanyak membaca Al-Qur’an.
c. Mencegah pendengaran dari perkara yang dilarang.
d. Mencegah anggota badan yang lain seperti tangan, kaki, dan perut dari perkara haram ataupun syubhat.
e. Menjaga diri untuk tidak berlebih-lebihan meskipun perkara tersebut halal.
f. Bermuhasabah adakah puasa yang telah ditunaikan tersebut diterima atau ditolak.
Komentar
Posting Komentar